Walau bukan sesuatu yang asing, tidak semua orang mengerti bagaimana
memperlakukan anak penyandang autisme, termasuk dalam hal mengatur pola
makannya. Padahal, makanan menjadi sumber utama nutrisi yang berguna
bagi proses tumbuh kembangnya.
Autis adalah salah satu bentuk neurological disorder,
yang menyebabkan penderitanya memiliki keterbatasan dalam berinteraksi
dengan dunia luar. Sampai saat ini, hal yang menjadi penyebab autisme
masih menjadi misteri.
Gangguan di otak tentu dapat berpengaruh
pada kesehatan saluran pencernaan. Pada penderita autisme, protein
peptida dan gluten tidak dapat dicerna dengan baik. Walau tidak
mengobati, diet tanpa kasein dan gluten tidak memperburuk gejala
autisme.
Bagi penderita autisme, protein peptida (kasein) dan
gluten tidak bisa dicerna dengan sempurna. Akibatnya, hasil protein yang
belum sempurna ini lolos dari usus dan masuk ke dalam aliran darah,
beberapa ahli menyebutnya sebagai usus bocor (leaky gut). Pecahan ini kemudian diserap otak sebagai asupan untuk tumbuh kembangnya
Leaky gut sendiri juga dikenal dengan peningkatan permeabilitas usus (increased intestinal permeability).
Menurut teori ini, anak autis memiliki sejenis lubang atau luka pada
ususnya. Hal ini disebabkan oleh racun, sensitivitas pada antibiotik,
atau infeksi akibat pertumbuhan jamur Candida albican.
Akibatnya, anak kehilangan keseimbangan mikrobiotik dalam saluran
pencernaannya. Sehingga, anak tidak mampu memproduksi enzim yang mampu
memecah gluten dan kasein dengan sempurna.
Pecahan dari gluten dikenal dengan nama Gliadorphin-7 dan beberapa protein dengan struktur yang mirip. Sedangkan dari peptida disebut Bovine ß-casomorphin-7 dan
beberapa polypeptida dengan struktur yang mirip. Kedua protein memiliki
kandungan mirip morfin yang disebut opioid. Protein ini kemudian
diserap orang dan termanifestasi dalam bentuk gejala autisme.
Anak
yang mengkonsumsi kasein dan gluten biasanya menampakkan gejala autisme
lebih nyata daripada yang menghindarinya. Hal ini ditegaskan penelitian
yang dilakukan Dr Paul Shattock pada 2008 di Inggris. Hasil penelitian
mengatakan, anak yang tidak menyandang autisme memiliki kandungan
peptida lebih rendah dibanding anak berautis.
Terus, makan apa?
Anak
dengan autis sedapat mungkin menghindari hidangan dengan kandungan
gluten atau peptida di dalamnya. Hal ini sangat menantang, karena anak
harus menghindari segala produk susu semisal es krim, yoghurt, mentega,
dan keju. Padahal, bahan makanan ini merupakan komponen utama camilan
favorit anak.
Sementara untuk gluten, anak harus menghindari
pasta, mie, kue kering, atau cake. Protein gluten juga terdapat di
tanaman sejenis gandum seperti rye, barley dan oats. Gluten juga digunakan pada produk non makanan seperti pasta gigi, lip balm, dan lotion.
Walau
tidak mudah orangtua bisa memulainya dari diet non kasein dan perlahan
mengurangi gluten. Sebaiknya, anak banyak mengkonsumsi telur, daging,
sayur, buah, dan kacang-kacangan untuk mencukupi kebutuhan gizinya.
izin nyimak artikelnya ya.
BalasHapus